Social Icons

Senin, 12 November 2012

Seminar Mk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Salah satu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya.pasar merupakan kegitan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didasari atas dorongan oleh faktor perkembangan ekonomi yang pada awalnya hanya bersumber pada masalah untuk memenuhi kebutuhan hidup atau kebutuhan pokok. Manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk mencapai kepuasan atas kekuasaan, kekayaan dan martabat. Karena itu manusia akan selalu hidup bersama dalam segala aspek. Termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi dalam rangka eksistensinya, yang mengalami dinamika dalam proses perkembangannya dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks. Pada awalnya aktivitas ekonomi masyarakat berlangsung dalam bentuk barter. Jenis dan jumlahnya ditentukan menurut kesepakatan antara pihak-pihak yang bertransaksi. Jenis komoditi yang dipertukarkan masih terbatas, baik jumlah maupun ragamnya, demikian pula pihak-pihak yang terlibat. Aktivitas ini dapat dilakukan di mana saja, tergantung dari keinginan para pelakunya. Perkembangan pola hidup manusia yang mulai menetap pada lokasi tertentu turut pula mempengaruhi irama aktivitasnya, dalam kaitan ini ialah ruang yang digunakan oleh produsen dan konsumen dalam melakukan proses taransaksi jual beli yang disebut pasar. Pada konteks inilah, pasar lahir sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli yang didukung oleh komoditi yang hendak diperdagangkan. Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli. Pasar merupakan pusat dari ciri pokok dari jalinan tukar menukar yang menyatukan seluruh kehidupan ekonomi. Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur yaitu penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya sekedar main saja atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu. Pasar merupakan pranata penting dalam kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pasar sudah dikenal sejak masa kerajaan yaitu sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli atau tukar menukar barang yang telah teratur dan terorganisasi. Hal ini berarti pada m,asa kerajaan telah ada pasar sebagai suatu sistem. Pasar sebagai sistem maksudnya adalah bahwa pasar yang mempunyai sustu kesatuan dari komponen-komponen yang mempunyai fungsi untuk mendukung fungsi secara keseluruhan, atau dapat pula diartikan pasar yang telah memperlihatkan aspek-aspek perdagangan yang erat kaitannya dengan kegiatan jual beli, misalnya adanya lokasi atau tempat, adanya ketentuan pajak bagi para pedagang, adnay pelbagai macam jenis komoditi yang diperdagangkan, adanya proses produksi, distribusi, transaksi dan adanya suatu jaringan transportasi serta adanya alat tukar. Pada dasarnya, timbulnya suatu pasar tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri telah terpenuhi memerlukan tempat yang praktis untuk mendapatkan barang-barang baik dengan menukar atau membeli. Adanya kebutuhan-kebutruhan inilah yang mendorong munculnya tempat berdagang yang disebut pasar. Alasan inilah yang melatar belakangi manusia membutuhkan pasar termasuk pasar yang sifatnya masih tradisional sebagai tempat untuk memperoleh barang atau jasa yang diperlukan tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri. Keberadaan pasar dapat dianggap sebagai pusat perekonomian. Secara umum kata tradisional diartikan turun temurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa pasar tradisional berkaitan dengan suatu tradisi. Kata tradisi dalam percakapan sehari-hari sering dikaitkan dengan pengertian kuno atau sesuatu yang bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang. Tradisi pada intinya menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu bukanlah statis. Arti paling dasar dari tradisi berasal dari kata tradium yang berarti diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini. Berbicara mengenai tradisi pada dasarnya tidak lepas dari pengertian kebudayaan, karena tradisi sebenarnya merupakan bagian isi kebudayaan. Karakter sustu kebudayaan banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan alam. Hal ini dapat dimengerti mengingat kebudayaan pada dasarnya merupakan hasil budi manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan hidupnya dari tantangan alam. Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dari kebudayaannya, di mana kebudayaan yang dipunyai oleh manusia merupakan jembatan antara hubungan kegiatan manusia dengan lingkungannya. Kebudayaan merupakan alat kontrol bagi kelakuan dan tindakan manusia. Pengertian kebudayaan yang lebih detail menurut Parsudi Suparlan adalah keseluruhan pegetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong serta menciptakan tindakan yang diperlukan. Lebih lanjut Koentjaraningrat mendefenisikan kebudayaan memiliki tiga wujud : pertama, kebudayaan suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan yang ketiga adalah sebagai benda-benda hasil karya manusia. Jadi dengan adanya pasar maka akan terjadi perubahan nilai, gagasan, norma, kepercayaan, dan aktivitas berpola dari manusia dan masyarakat. Pasar memiliki multi peran, yaitu tidak hanya berperan sebagai tempat bertemunya antara penjual dan pembeli tetapi pasar juga memiliki fungsi sebagai tempat bertemunya budaya yang dibawa oleh stiap mereka yang memanfaatkan pasar. Interaksi tersebut tanpa mereka sadari telah terjadi pengaruh mempengaruhi budaya masing-masing individu. Pasar tradisional memegang peranan yang amat penting pada masa ini, terutama pada masyarakat pedesaan. Pasar, pada masyarakat pedesaan dapat diartikan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan masyarakat tersebut dengan dunia luar. Hal ini menunjukkan bahwa pasar mempunyai peranan dalam perubahan-perubahan kebudayaan yang berlangsung di dalam suatu masyarakat. Melalui pasar ditawarkan alternatif-alternatif kebudayaan yang berlainan dari kebudayaan setempat. Keberadaan pasar, selain sebagai sarana jual beli juga merupakan tempat bertemunya warga masayarakat dari berbagai kalangan. Pasar juga mempunyai peranan dalam kegiatan sosial. Perannya sebagai tempat melakukan aktifitas sosial, pasar terlihat sebagai tempat interaksi, komunikasi dan informasi serta tempat keramaian dan hiburan. Pasar dengan kata lain juga mempunyai peranan dalam kegiatan sosial selain sebagai tempat berniaga. Fungsi pasar dari segi budaya yang di dalamnya termaktub kegiatan ekonomi dan sosial di jumpai pula pada daerah di Sulawesi Selatan. Salah satunya adalah daerah Kabupaten Soppeng. Pasar desa di Kabupaten Soppeng pada umumnya terletak tidak jauh dari pemukiman penduduk. Jarak pasar dari rumah penduduk berkisar dua sampai empat kilometer. Letak pasar pada umumnya berada di persimpangan jalan atau di tempat-tempat strategis di dalam desa dan seringkali juga mengambil nama dari tempat atau daerah di mana pasar tersebut berada. Misalnya, Pasar Tajuncu yang notabene memang berada di Desa Tajuncu, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng. Pasar Tajuncu merupakan salah satu pasar tradisional yang masih bertahan hingga kini. Walaupun berada di daerah yang agak terpencil, namun keberadaannya masih tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat yang terus mengalami perkembangan. Senada dengan apa yang pernah diteliti oleh Noerhadi tentang keberadaan Pasar Soma Manis di Desa Mangun Reja Kabupeten Kuningan, Jawa Barat, maka dari hasil penelitiannya itu dia berkesimpulan bahwa kehadiran pasar stidak-tidaknya telah merubah pola ekonomi tradisional menjadi ekonomi komersial. Dalam arti bahwa usaha yang dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di sekitar pasar tersebut telah berorientasi pada untung dan rugi atau segalanya telah diukur dengan uang. Berdasar dari itu maka muncul pertanyaan, apakah keberadaan Pasar Tajuncu telah merubah orientasi ekonomi masyarakat yang bermukim disekitarnya? Berangkat dari pertanyaan itu maka saya tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan tentang Pasar Tajuncu di Kabupaten Soppeng 1998-2005. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka tulisan ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana latar belakang munculnya Pasar Tajuncu di Kabupaten Soppeng? 2. Bagaimana fungsi Pasar Tajuncu bagi masyarakat yang bermukim di sekitarnya? 3. Bagaimana bentuk aktivitas ekonomi di pasar Tajuncu Kabupaten Soppeng? C. Tujuan Penelitian Sebuah penelitian akan efektif apabila sebelum penelitian berlagsung, penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan tersebut merupakan penunjuk arah penelitian agar tidak membias pada bidang lain. Sehubungan dengan ini, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya Pasar Tajuncu di Kabupaten Soppeng. 2. Untuk mengetahui fungsi Pasar Tajuncu bagi masyarakat yang bermukimj di sekitarnya. 3. Untuk mengetahui aktivitas ekonomi di pasar Tajuncu Kabupaten Soppeng. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi wawasan dan pegetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat umum tentang sejarah Pasar Tradisional Tajuncu. 2. Memperkaya khasanah sejarah ekonomi yang bernuansa lokal sebagai bagian dari sejarah masyarakat Indonesia. 3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang menrauh perhatian untuk mengkaji topik yang sama. E. Ruang Lingkup Penelitian Agar penelitian ini terfokus perlu adanya batasan ruang lingkup yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup waktu. Ruang lingkup wilayah membahas suatu daerah atau wilayah di mana peristiwa itu berlangsung. Lingkup wilayah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pasar Tradisional Tajuncu yang terletak di Desa Tajuncu, Kecamatan Donri Donri Kabupaten Soppeng. Pemilihan wilayah penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat Desa Tajuncu merupakan subjek yang langsung merasakan dampak keberadaan pasar tradisional Tajuncu terhadap kehidupan ekonomi, sosial dan budayanya. Selain itu didasarkan pula pada pertimbangan bahwa Pasar Tradisional Tajuncu tersebut letaknya relatif jauh dari pusat kota Kabupaten Soppeng, sehingga peranannya terhadap masyarakat amat besar. Sementara lingkup temporal adalah pada tahun 1998-2005. Pemilihan tahun 1998 didasarkan atas adanya otonomi daerah, sehingga daerah termasuk Desa Tajuncu yang diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk pengelolaan Pasar Tajuncu. Sementara batas akhir yang diambil dalam penelitian ini adalah tahun 2005 dengan alasan bahwa pada tanggal 3 Maret 2005, status Pasar Tradisional Tajuncu telah berubah status secara resmi dari pasar desa menjadi pasar daerah yang berada di bawah pengelolaan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Soppeng. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pasar Bagi sebagian masyarakat awam, pasar hanya dipandang sebagai tempat jual beli atau kegiatan transaksi antara penjual dan pembeli. Namun yang lebih penting, pasar pada hakekatnya adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen dan memiliki fungsi yang saling terkait satu sama lain. Dengan kata lain, pasar merupakan gambaran kehidupan ekonomi, sosial, budaya, teknologi, politik dan agama suatu masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Bilas, 1992 : 21). Pasar merupakan pranata penting dalam kegiatan ekonomi dan kebudayaan masyarakat sejak lama. Timbulnya pasar tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan keluarga terpenuhi memerlukan tempat penyaluran untuk dijual. Selain itu tidak semuakebutuhan dapat dipenuhi dengan hasil produksi sendiri. Untuk itu diperlukan arena atau ruang sebagai sarana untuk memperoleh atau pun menyalurkan barang dan jasa yang dibutuhkan baik kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan orang lain (Semedi, 2001 : 72). Pemenuhan kebutuhan akan barang-barang memerlukan tempat yang praktis, baik dengan cara menukar maupun membeli. Adanya kebutuhan dan kelebihan inilah yang mendorong timbulnya arena perdagangan tukar menukar barang dan jasa yang disebut pasar ( Purwanto, 2005 : 14). Secara prinsipil, pasar merupakan ruang di mana para penjual dan pembeli bertemu. Apbila penjual dan pembeli sudah bertemu serta barang-barang kebutuhan telah terdistribusikan, maka peran pasar akan tampak bukan hanya sebatas arena kegiatan ekonomi atau jual beli barang, tetapi telah berkembang sebagai sarana kegiatan sosial dalam artian telah terjalin komunikasi yang intensif dengan orang yang berasal dari daerah yang berbeda. Selain itu mungkin bisa saja terjadi pertukaran kebudayaan misalnya bertukar pengalaman akan apa yang terjadi di daerahnya. Seorang petani bertemu dengan petani yang lain maka bisa saja terjadi perbincangan mengenai kondisi pertanian, komoditi yang dikembangkan sampai pada hasil panen. Demikian pula ketika para perempuan yang sudah berstatus Ibu rumah tangga maka bisa saja terjadi pertukaran informasi mengenai cara pengasuhan dan mendidik anak, naik turunnya harga kebutuhan pokok yang berdampak pada kehidupan rumah tangganya ( Wahyuningtyas, 2007 : 34). Pasar dapat dilambangkan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan suatu kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu dengan kelompok masyarakat lain yang kebudayaannya berbeda. Di kota-kota besar yang komposisi penduduknya cenderung heterogen, pasar merupakan arena interaksi yang menunjukkan heterogenitas tersebut. Tanpa disadari ditempat ini telah terjadi kontak-kontak budaya di antara beragam kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Besar kemungkinan kontak budaya tersebut membawa perubahan-perubahan kebudayaan dalam masyarakat beserta nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya ( Wahyuningtyas, 2007 : 35). Pasar tradisional sebagai tempat bertemunya warga masyarakat juga berperan sebagai pusat-pusat komunikasi, hiburan, dan interaksi sosial. Peranan pasar dalam berbagai aktivitas sosial ini dapat menimbulkan kontak-kontak kebudayaan di antara orang-orang yang berkomunikasi dan berinteraksi dengan lebih intensif dibandingkan yang terjadi di pasar moderen. Dengan adanya kontak kebudayaan akan terjadi difusi pengetahuan di antara orang-orang yang melakukan aktifitas di pasar. Hingga pada akhirnya merangsang tumbuhnya inovasi penting dengan dinamika kebudayaan serta kehidupan masyarakat ( Sairin, 2002 : 56 ). B. Masyarakat Dalam Hubungannya dengan Pasar Institusi ekonomi yang dikenal sebagai pasar ada ketika orang menawarkan sejumlah barang dan jasa untuk ditawarkan dan dijual kepada orang lain dengan cara yang kuarng lebih sistematis dan terorganisasi. Penting dibedakan antara pasar (Market) dan tempat pasar (marketplace). Tempat pasar adalah bentuk fisik di mana barang dan jasa dibawa untuk dijual dan di mana pembeli bersedia membeli barang dan jasa ini. Dalam masyarakat pra-kapitalis, tempat pasar adalah tempat fisik yang terdapat di sejumlah tempat yang ditentukan dan disepakati untuk dijadikan sebagai tempat untuk bertransaksi oleh masyarakat (Sanderson, 2003 : 131) . Paul Bohannan dan George Dalton (1982 : 132) membedakan ada tiga jenis masyarakat dalam hal hubungannya dengan pasar, yakni masyarakat tanpa pasar, masyarakat pasar periferal, dan masyarakat yang kseseluruhan tata kehidupannya didominasi oleh pasar. Masayarakat tanpa pasar tidak mempunyai pasar ataupun tempat pasar. Walaupun ada beberapa transaksi ekonomi yang didasarkan atas pembelian dan penjualan, namun itu hanya bersifat kausal, sedikit dan jarang terjadi. Karena masyarakat tanpa pasar tidak memilki pasar, maka kebutuhan subsistensi tidak dipenuhi dengan menggunakan prinsip-prinsip pasar, tetapi oleh mekanisme resiprositas ( pertukaran) atau redistribusi. Masyarakat pasar periferal mempunyai tempat pasar tetapi prinsip-prinsip pasar tidak jelas mewarnai atau tidak berfungsi dalam mengatur tata kehidupan ekonomi. Dalam masyarakat semacam ini, orang mungkin sering terlibat dalam aktivitas tempat pasar, baik sebagi pembeli ataupun penjual, tetapi aktivitas ini merupakan gejala ekonomi yang sangat sekunder. Orang tidak memenuhi keperluan subsistensinya melalui aktivitas tempat pasar, tetapi melalui resiprositas, redistribusi, dan ekspropriasi. Dalam masyarakt pasar periferal, kebanyakan orang tidak memproduksi sesuatu untuk pasar atau dijual di pasar, atau mereka melakukannya hanya sebagai orang pasar sesekali. Pasar periferal sangat sering terdapat di kalangan masyarakat hortikultura, dan hampir universal dalam masyarakat agraris. Masyarakat kerajaan Mataram, sebagai masyarakat hortikultura yang sangat intensif yang mendominasi Pulau Jawa selama abad XIV dan XV, memiliki pasar periferal yang cukup luas dan penting ( Vlekke, 2008 : 127 ). Di seluruh kota di Kerajaan Mataram ada pasar-pasar besar, dan pasar-pasar ini dihubungkan satu dengan lainnya dan dengan ibukota Kerajaan Mataram dengan sistem pedagang keliling. Pasar besar terdapat di pusat kota Kerajaan Mataram, dan berlangsung lima hari sekali. Para calon pembeli datang ke pasar ini untuk membeli banyak dan berbagai barang yang ditawarkan di tempat ini : Beras, tembakau, kulit binatang, kain, peralatan rumah tangga, gambir, kemenyan, dan petis ( Mulyana, 2004 : 38 ). Pasar-pasar periferal juga signifikan dalam masyarakat Sulawesi Selatan. Pasar di daerah pedalaman pedesaan, di mana para petani akan membawa sebagian hasil panennya untuk dijual. Para pedagang dan pengrajin yang tinggal di berbagai daerah, bagaimanapun butuh akan kehadiran pasar. Para pedagang dan pengrajin ini membuat barang untuk dijual ke pasar dalam rangka menopang kehidupan mereka dari hasil penjualan tersebut. Daerah Kabupaten Soppeng, dikenal adanya pekan raya. Ini adalah jenis pasar keliling, biasanya diadakan pada saat menyambut hari-hari besar keagamaan Islam, misalnya menyambut bulan suci Ramadhan, menjelang hari lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, demikian pula saat bulan maulid nabi. Para pedagang berdatangan menjual produk mereka ( Munarfah, 2007 : 17 ). Masyarakat yang didominasi pasar memiliki baik pasar maupun tempat pasar, yaitu pasar-pasar yang tersebar dan prinsip-prinsip pasar yang menentukan semua keinginan dan keputusan penting dalam kegiatan produksi, distribusi dan pertukaran. Dalam masyarakat ini, berbagai jenis resiprositas dan redistribusi mungkin juga ada, tetapi sangat kurang signifikan ( Winarno, 2009 : 15 ). C. Beberapa Aspek Pasar Dalam Masyarakat Tradisional 1. Kerajinan Tangan dan Serikat Kerja Pada masyarakat tradisional, di mana kerajinan tangan merupakan aktivitas ekonomi yang substansial dalam menopang kehidupan keluarga, terjadi dalam skala kecil, umumnya terbatas pada rumah pengrajin dan beberapa toko kecil yang berlokasi di tempat pasar. Tidak dijumpai pula adanya pasar massa untuk barang-barang, dan dengan demikian sangat terbatas untuk pembentukan modal, sehingga unit produksi tetaplah kecil ( Winarno, 2009 : 21 ). Bentuk-bentuk spesialisasi masyarakat tradsional terjadi lebih dalam kaitannya dengan produk daripada dengan proses produksi. Setiap pengrajin membentuk seluruh produknya sendiri, dari awal sampai akhir. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sjoberg dalam Sanderson ( 2003 : 133 ) bahwa spesialisasi dalam produk seringkali mengakibatkan pengrajin menghabiskan seluruh waktunya untuk menghasilkan barang sejak dari bahan baku material, jadi kita memiliki tukang emas, tukang tembaga, tukang perak, penenun sutera, penenun wool dan seterusnya, yang masing-masing dengan serikat kerja mereka sendiri. Disamping itu, pengrajian pada masyarakat tradsional biasanya bertindak sekaligus sebagai pedagang yang menjual produk akhirnya. Sebenarnya dalam semua masyarakat tradisonal berskala kecil dengan sektor kerajinan tangan yang signifikan, para pedagnag dan pengrajin dihimpun ke dalam sebuah organisasi kerja yng dikenal dengan serikat kerja. Berbagai serikat kerja dispesialisasikan menurut pekerjaan, mereka memasukkan semua orang yang melakukan pekerjaan yang sama atau cabang suatu pekerjaan yang sangat spesialis sebagai anggotanya. Sjoberg dalam Sanderson ( 2003 : 133 ) misalnya menyebutkan satu persatu beberapa serikat pekerja berikut ini pada hanya sebuah kota pada masa pra kapitalis, Beijing pada tahun 1920-an : para tukang, pengancing sepatu, toko jam, toko kulit, pedagang sayuran, tukang pangkas rambut dan pelayan pada kedai teh. Hak untuk memperoleh hampir semua pekerjaan yang berkaitan dengan kerajinan tangan atau perdagangan atau bahkan jasa, hanya mungkin melalui keanggotaan di dalam serikat kerja yng menguasainya. Dalam menjalankan kekuasaan tunggal atas berbagai pekerjaan, serikat kerja biasanya melakukan berbagai aktivitas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sanderson ( 2003 : 133 ), mereka menntukan seleksi personel untuk suatu pekerjaan, melatih anggota, biasanya melalui hubungan guru dan murid, meletakkan standar pekerjaan para anggota, mengontrol output yang dihasilkan anggota, melindungi anggota dari perlakuan semena-mena yang mungkin dilakukan oleh lembaga pemerintah ataupun rentenir, dan membantu anggota mendirikan toko atau membeli bahan baku yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. 2. Penentuan Harga Pada Pasar Tradsional Dalam kapitalisme moderen, harga barang dan jasa ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang abstrak. Seseorang dapat bermaksud pergi ke toko dan menemukan harga pasti yang ditetapkan untuk satu barang tertentu. Namun, harga dalam setting pada masyarakat tradisional, tidak ditetapkan dengan cara seperti ini, tetapi ditetapkan oleh apa yang biasanya disebut tawar-menawar. Tawar-menawar terjadi manakala calon pembeli menanyakan berapa harga yang diminta penjual atas suatu barang, penjual menjawab, dan kemudin pembeli menawarkan harga lain, yang biasanya lebih murah daripada yang telah disebutkan penjual. Penjual dan pembeli kemudian tawar-menawar harga sampai akhirnya tercapai kesepakatan atau biasa juga terjadi pembeli pergi dengan perasaan tidak nyaman ( Semedi, 2001 : 59 ). Tawar-menawar adalah pola tipikal penentuan harga dalam masyarakat tradisional, di mana pasar massa tidak ada, dan dengan demikian pembeli dan penjual mempunyai sedikit pengetahuan tentang harga suatu barang. Di samping itu, karena tawar-menawar terkadang menyita waktu yang cukup lumayan, waktu jelas bukan merupakn sumber daya yang berharga dan langka, sebagaimana dalam masyarakat kapitalisme moderen. Oleh karena itu tawar-menawar hanya dapat terjadi dalam setting di mana orang jarang terburu-buru menyelesaikan tugas sehari-hari mereka. 3. Aktivitas Ekonomi non Rasional Kapitalisme modern adalah jenis sistem ekonomi yang sangat rasional dalam pengertian bahwa ada keragaman teknikcanggih yang digunakan dalam melakukan bisnis berbagai teknik dirancang untuk memaksimalkan produktifitas ekonomi dan pertumbuhan. Dengan demikian, masyarakat kapitalis modern menggunakan bentuk-bentuk akuntansi, keuangan, organisasi tempat kerja dan pemasaran yang lebih maju dalam menjalankan aktivitas bisnis mereka, dan berbagai prosedur ini menentukan keberhasilan. Namun dalam pasarpra-kapitalis, pengorganisasian aktivitas ekonomi yang rasional itu pada umumnya tidak ada. Aktifitas ekonomi non-rasional ini diekspresikan dalam berbagai cara. Salah satunya, para pengrajin dan pedagang biasanya tidak mengikuti jadwal kerja yang mengikat secara ketat menurut jam. Sebaliknya, mereka sering mulai bekerja pada jam yang berbeda-beda dalam satu hari, sesuai dengan sifat dari aktifitas non-ekonomi lain yang dilakukan. Disamping itu, manufacturing pra kapitalis dikarakterisasikan oleh sedikitnya sinkronisasi usaha. Para pekerja dalam satu sektor manufacturing hanya sedikit mengetahui apa yang terjadi di berbagai sektor lain, dan mereka mengetahuinya sedikit apabila suatu usaha untuk mengkordinasikan berbagai aktivitas mereka dengan aktivitas lain terjadi di berbagai sektor lain ini. Akhirnya, pemasaran barang dalam masyarakat pra kapitalis begitu terstandarisasi. Sebagai contoh, pedagang jarang memeriksa atau mensortir produk mereka, dan tidak begitu tegas standarisasi timbangan dan ukuran. Sebagaimana dikatakan Sjoberg, kurangnya standarisasi ini berkaitan dengan tidak adanya pasar massa, dan dengan demikian sifat aktivitas pasar sangat mempribadi. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif untuk menjelaskan fenomena Pasar Tradisional Tajuncu beserta segala aktivitas manusia yang ada di dalam pasar maupun yang bermukim di sekitarnya. Penelitian deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk memberi gambaran serta penjelasan secara konprehensif beberapa fenomena sosial yang ada hubungannya dengan konsep utama yang dibahas pada tulisan ini. Adapunh pendekatan kualitatif yang dimaksud adalah untuk menelusuri latar belakang dari fenomena yang diteliti sebagai suatu konsep yang utuh, ditinaju dari aspek sejarah. Pendekatan kualitatif ini diguanakan karena : (1) menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda (2) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan para informan (3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Berdasarkan pandangan di atas, maka desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Pasar Tajuncu beserta manusia yang melakukan aktivitas di dalamnya adalah realitas sosial yang menarik dalam kajian ilmu sosial, dalam hal ini ilmu sejarah, hubungannya dengan perkembangan masyarakat baik pola, interaksi sosial maupun hubungannya dengan segala proses sosial yang melingkupinya di Desa Tajuncu. Dengan demikian, desain penelitian dalam bentuk etnografi, di mana kesimpulan yang dihasilkan nantinya secara fenomenal hanya berlaku pada unit analisis sistem sosial yang diteliti. Namun secara substansial tetap memiliki relevansi ilmiah terhadap sebuah komunitas masyarakat yang memiliki karakter yang sama, serta pada lingkup kehidupan masyarakat ( komunitas ) yang sama. B. Tahapan Penelitian 1. Heuristik Tahapan pertama dalam penelitian sejarah yang bertujuan untuk menghasilkan sejarah positif yang bisa dikategorikan sebagai sains positif ( Carradr dalam Syamsuddin, 2007 : 85 ). Untuk mencapai itu maka dilakukanlah pengumpulan data atau sebuah usaha mencari sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan data. Tahapan ini dalam metodologi sejarah disebut heuristik. Pada prinsipnya upaya pengumpulan data empirik atau heuristik diawali dengan upya memahami setting. Dalam hal ini peneliti masuk menjadi bagian dari masyarakat subyek penelitian. Meskipun Peneliti banyak mengenal dengan subyek penelitian yang ada di lokasi penelitian, tetapi peneliti tetap melangkah dengan cara yang hati-hati untuk dapat masuk. Akhirnya langkah ini berhasil dan peneliti diterima sebagai partisipant, dan memperoleh kepercayaan sebagai bagian dari subyek penelitian. Berangkat dari posisi ini peneliti lalu mencoba memahami seting, dengan mengumpulkan bahan empirik, melakukan pemahaman serta refleksi terhadap pengalamn individual secara diskriptif. Untuk memperoleh hasil refleksi yang diharapkan sebagaimana realitas senyatanya terhadap pengalaman individual tersebut, diawali dengan menggali informasi dari informan kunci yang memiliki pengetahuan luas dan mendalam mengenai komunitas desa yang melakukan alktivitas di dalam pasar Tajuncu. Selanjutnya dilengkapi dengan informasi dari informan lain, dengan tujuan melakukan penghimpunan informasi mengenai berbagai pengalaman. 2. Kritik Tahapan kedua yang peneliti lakukan ialah melakukan kritik terhadap informasi yang didapatkan dari para informan. Kritik menurut Ricoeur ( 2007 : 37 ) adalah meragukan sesuatu data baik data itu sifatnya tulisan, terlebih lagi jika data itu sifatnya berasal dari sumber lisan. Hal ini dilakukan agar informasi yang didapatkan dapat dikategorikan sebagai fakta sejarah. Secara jelas Syamsuddin ( 2007 : 131 ) menyatakan bahwa tujuan dari kegiatan kritik sumber ialah bahwa setelah peneliti sejarah berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaringnya secara kritis, terhadap sumber-sumber primer ( data wawancara ), agar terjaring fakta yang kita inginkan. 3. Interpretasi Teknik analisis data dalam metodologi sejarah dikenal dengan istilah Interpretasi. Analisis bahan empirik dikerjakan sejak di lapangan, dengan mengolah bahan empirik dalam hal ini memberi penafsiran lalu mensintesiskan data menjadi pola-pola dan berbagai kategori secara tepat. Bahan empirik dalam bentuk ungkapan, pengalaman sehari-hari, atau kasus yang telah dikumpulkan disatukan dalam suatu susunan yang dapat menggambarkan pola-pola perilaku atau respon masyarakat secara tipikal. Melalui analisa induktif, peneliti mulai merumuskan terlebih dahulu sejumlah masalah ke dalam pedoman pertanyaan atau isu spesifik yang dijadikan fokus penelitian. Isu-isu spesifik itu digali melalui wawancara bebas, observasi partisipatoris atau analis dokumnetasi kemudian dianalis secara berkelanjutan dan dituangkan secara deskriptif. Namun kenyataan di lapangan tidak seluruh masalah atau isu spesifik itu bisa dipastikan sebelumnya. Oleh karena itu peneliti menempuh metode perbandingan secara cepat, sehingga cara demikian peneliti berhasil mengumpulkan ungkapan kognitif, psikomotorik, emosional dan intuisi para aktor yang terlibat. Peneliti juga melengkapi dengan tiga langkah analisis bahan empirik sebagaimana yang ditawarkan oleh Miles dan Huberman ( 1992 : 16 ). Pertama, peneliti melakukan reduksi data, dengan melakukan penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan yang dilakukan sejak mulai dan bahkan sebelum mulai mengumpulkan bahan empirik. Kemudian berlanjut hingga kesimpulan-kesipmulan finalnya. Kedua, pemaparan bahan empirik. Bahan empirik yang telah direduksi disajikan dalam bentuk bahan yang diorganisir dengan membuat ringkasan terstruktur agar data itu bisa diklasifikasi untuk menjawab rumusan permasalahan secara spesifik. Ketiga, pemberian penafsiran, dalam hal ini peneliti memberikan penafsiran terhadap makna dari data empirik, dengan mencatat keteraturan, pola, pemjelasan, konfigurasi yang mungkin serta proposisi, sehingga diharapkan membentuk hubungan siklus yang interaktif. 4. Historiografi Sebagai fase terakhir dari metode historis adalah historiografi, yaitu cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Dari hasil penulisan hasil penelitian sejarah itu akan memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejaka dari awal sampai dengan fase penarikan kesimpulan. Dalam hal ini penafsiran atas fakta-fakta sejarah dituangkan dalam suatu kisah sejarah yang kronologis. BAB IV PEMBAHASAN A. Desa Tajuncu Sebagai Lokasi Penelitian. Desa Tajuncu merupakan salah satu desa yang secara admnistratif berada dalam wilayah Kecamatan Donri-Donri, dengan ketinggian sekitar 120 meter dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 30-35 derajat Celcius ( BPS Soppeng 2009 ). Letak geografis Desa Tajuncu secara administratif berbatasan dengan Desa Lalabata Riaja di sebelah utara, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sering, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pising dan Desa Labokong di sebelah timurnya. Desa ini dilewati oleh Sungai Tajuncu sehingga menjadi faktor pendukung dalam bidang perekonomian utamanya pada sektor pertanian. Selain itu terdapat pula satu ruas jalan propinsi /kabupaten yang memanjang dari Timur ke Barat serta beberapa ruas jalan desa yang cukup memadai dan menjadi penghubung antar desa serta jalur ekonomi yang potensial. Kondisi tersebut memberikan dukungan bagi perkembangan dan kemajuan daerah, sehingga masyarakatnya dapat mengembangkan berbagai komoditas pertanian dan perekebunan yang laku untuk di jual di pasar desa. Pertanian menjadi kegiatan ekonomi utama dengan tanaman bahan pangan sebagai komoditi utama bagi para penduduk Desa Tajuncu, yakni padi dan jagung. Namun tidak seperti padi yang bisa bertahan lama sebagai hasil utama, produksi jagung cenderung berfluktuasi, karena jagung hanya ditanam sebagai tanaman sela ketika menunggu musim tanam padi. Komoditas pangan yang satu ini belum banyak diolah, jagung hanya dikomsumsi untuk kebutuhan pangan selain dijadikan pakan ternak berupa pipilan. B. Awal Munculnya Pasar Tajuncu. Pada masa kini, pasar memegang peranan yang amat penting terutama pada masyarakat pedesaan. Hampir seluruh komunitas, baik dalam bentuk desa atau kecamatan, memiliki pasar walaupun dalam tingkat yang berebeda-beda sesuai dengan letak dan perkembangannya. Pasar dalam kajian ilmu ekonomi adalah suatu tempat atau proses interaksi antara penjual dan pembeli dari sustu barang atau jasa tertentu sehingga akhirnya dapat menetapkan harga pasar dan jumlah barang yang diperdaganngkan. Keberadaan pasar sebagai sistem perekonomian masyarakat pada hakekatnya bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat agar bisa memenuhi berbagai keinginan yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup sehari-hari. Setiap orang yang datang ke pasar tentu mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan kepentingannya. Bagi pedagang tentu ingin menjual barang dagangannya, sedangkan pembeli atau konsumen berkeinginan untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian halnya pada masyarakat Desa Tajuncu, keberadaan pasar sangatlah berarti bagi kelangsungan kehidupan ekonomi mereka. Sekitar tahun 1996 mulai ada Transaksi jual beli yang mereka lakukan setiap hari di sekitar tanah yang agak lapang. Ditambah pula dengan rimbunnya pohon mangga membuat tempat tersebut semakin kondusif untuk beraktivitas. Setiap harinya mereka berkumpul di tempat itu untuk menunggu penduduk lain yang berkeinginan ke kota Watan Soppeng untuk menjual hasil pertanian dan perkebunan mereka. Jadilah tempat itu sebagai pasar kaget tiap pagi. Sehingga terkadang para penjual terkadang barang yang hendak diperdagangkan laku semua sebelum sampai ke kota. Melihat kondisi tersebut maka atas inisiatif Kepala Desa Tajuncu yang pada saat itu dijabat oleh Andi Syamsul bersama-sama dengan tokoh masyarakat bermufakat untuk menyampaikan kepada Camat Donri-Donri tentang kegiatan masyarakat tersebut. Hal ini kemudian ditanggapi oleh Camat Donri-Donri dan menyampaikannya kepada pihak pemerintah kabupaten agar ditempat tersebut di bangun pasar demi memperlancar aktivitas ekonomi masyarakat. Pada tahun 1997 usulan dari camat Donri-Donri ditanggapi oleh pihak pemerintah kabupaten dengan memulai pembangunan pasar di Desa Tajuncu. Dana yang digunakan sebagian besar di ambil dari APBD dan ada pula merupakan sumbangan masyarakat setempat. Pembangunan pasar di kordinir oleh CV Sinar Surya, akan tetapi melibatkan masyarakat setempat sebagai tenaga kerjanya. Sekitar pertengahan tahun 1998 pemabngunan pasar sudah mulai rampung dan resmilah pasar tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat. C. Fungsi Pasar Tajuncu Bagi Masyarakat Konsep pasar diartikan sebagai tempat pertemuan bagi kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai wilayah, mereka bertemu dan saling memberi kabar atau informasi tentang situasi masing-masing daerahnya. Di samping sebagai tempat pertemuan, juga tempat menjajakan atau menjual barang-barang dagangan secara bersama-sama dengan para pedagang lain, baik secara kontinyu atau tidak. Dalam aktivitas ekonomi pasar tradisional di pasar Tajuncu, orang-orang yang sedang berjualan disebut Pabbalu atau Paggadde. Barang-barang yang diperjualbelikan jika dalam bentuk alat-alat rumah tangga atau bukan makanan disebut balu-balu sedangkan jualan yang berbentuk makanan jadi misalnya Lemang, Tape, Kue Apem biasa disebut Gadde. Sedangkan tempat mereka berjualan disebut Abbalureng. Sementara itu orang yang memperjualbelikan hasil bumi disebut padangkang. Bagi para pedagang, pasar mempunyai dua fungsi. Pertama, pasar merupakan sarana penghubung kebutuhan secara kekeluargaan dan sosial. Kedua, pasar sebagai sumber penghidupan. Fungsi pasar yang pertama lebih cenderung pada hubungan dengan pihak luar secara kekeluargaan yang pada gilirannya mengarah pada terjalinnya hubungan persaudaraan. Dalam ahal ini pasar sebagai sarana penghidupan para pedagang dipacu untuk terus meningkatkan kemampuan diri. Dalam kaitannya dengan fungsi pasar, modal uang bukan tolok ukur tetapi kesungguhan dan kejujuran sebagai modal utamanya. Disini pedagang dituntut untuk memanfaatkan fasilitas yang ada yang mengarah pada kemampuan diri untuk lebih terampil. Para pedagang hanya merupakan sebuah mata rantai yang menghubungkan produsen dan konsumen dalam arti bahwa para pedagang itulah yang kemudian membeli barang dari produsen kemudian menyalurkannya kepada para konsumen. Tetapi ada kalanya pula, para produsen yang berhubungan langsung dengan konsumen. Dalam hal ini, produsen berperan sebagai pedagang. Produsen sekaligus pedagang jumlahnya tidak terlalu banyak. Mereka adalah pedagang kecil yang biasanya hanya menjual hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Pasar Tajuncu berperan sebagai tempat pengumpulan hasil pertanian dan sebagai tempat pembagian barang untuk komsumsi lokal. Dalam pasar ini terdapat empat unsur yang tidak bisa dipisahkan yakni penjual, pembeli, barang dan jasa. Peretemuan penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual beli. Namun bukan berarti setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, tetapi ada pula yang datang hanya sekedar jalan-jalan atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu. Dengan demikian pasar berfungsi sebagai pusat ekonomi, pasar sebagai ruang sosial, pasar sebagai arena rekreasi dan informasi. 1. Pasar Sebagai Pusat Perekonomian Pada umumnya para petani yang berdomisili di Desa Tajuncu sangat tergantung kepada hasil bumi yang mudah dijual. Hal ini terbukti bahwa di pasar Tajuncu banyak yang didapati hasil produksi dari usaha pertanian mereka sendiri. Jenis-jenis barang yang merupakan hasil produksi sendiri di Desa Tajuncu misalnya sayur-sayuran berupa cabai, tomat, terung, dan kacang-kacangan. Sedangkan sayuran yang merupakan produksi dari luar daerah yakni dari Enrekang berupa kol, buncis, kentang dan wortel. Dijumpai pula adanya jajanan pasar berupa kue tradisional, makanan tradisional serta buah-buahan. Ada pula barang-barang yang merupakan produksi dari luar misalnya garam, gula, ikan asin dan ikan basah, obat-obatan, pakaian jadi dan mainan anak-anak. Barang-barang hasil pertanian para petani biasanya dijual secara bebas. Petani yang mendapatkan hasil panen lebih biasanya mereka jual kepada bandar atau pedagang pengumpul. Sebaliknya jika hasil panen cuma sedikit maka barang itu dijual langsung kepada para pembeli atau tidak melalui pedagang pengumpul. Penentuan harga bahan-bahan atau kebutuhan pokok, pada umumnya relatif sama antara pedagang yang satu dengan pedagang yang lain. Kalaupun ada perbedaan harga, maka perbedaan itu muncul jika mutu atau kualitas barang itu berbeda pula. Misalnya harga pisang berbeda jika ada perbedaan kesuburan pisang itu dalam satu sisir. Namun untuk barang-barang yang sejenis misalnya sayuran, beras, kelapa, merica bisanya hampir sama harganya, seolah-olah para pedagang telah ada kesepakatan dalam penentuan harga barang yang mereka jual. Bila musim panen telah tiba, sangat berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat. Di mana para petani dapat menjual hasil panen mereka di pasar. Jadi, segala keperluan barang-barang yang mereka butuhkan dapat dibeli, mulai dari kebutuhan primer samapi pada kebutuhan sekunder. Pasar merupakan sarana yang dapat menyerap dan menyediakan semua hasil serta kebutuhan masyarakat. Jika diperhatikan secara seksama, kehadiran pedagang dan petani produsen di pasar, maka kehadiran mereka hanya ingin mendapatkan tambahan pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Bagi pedagang, kelebihan harga dari harga beli tiap unit barang yang mereka dapatkan merupakan rezeki yang diperoleh melalui perdagangan. Kebanyakan pedagang menanti pemebeli di kedai masing-masing, sedang pembeli itu pada umumnya masyarakat petani. Dengan demikian pedagang dan petani ialah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam gerak ekonomi pasar rakyat. 2. Pasar Sebagai Ruang Sosial dan Informasi Pasar pada dasarnya merupakan tempat atau ruang sosial. Di antara pengunjung dapat bertukar informasi. Pengunujung pasar cukup bervariasi dari berbagai lapisan masyarakat. Pertemuan pengunjung itu mengandung dampak positif, bahwa di balik kedatangan mereka dengan trujuan yang berbeda-beda dapat berjumpa dengan seseorang yang berasal dari kampung atau desa yang berbeda, baik yang masih ada hubungan kekeluargaan maupun yang tidak ada hubungan sama sekali. Namun melihat wajah serta sikap yang dimiliki menunjukkan pandangan dan pikiran yang sama dalam menempuh kehidupan sehari-hari. Ikatan seperti keluarga, rasa kedaerahan, penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi yang telah dimiliki sejak kecil mendorong adanya gagasan pertemuan sosial. Misalnya ada dua orang pengunujung pasar berasal dari kampung yang berbeda, namun mereka memiliki bahasa yang sama yakni Bahasa Bugis. Mereka saling memperbincangkan tujuan datang ke pasar, membicarakan tentang kehidupan keluarga serta hasil usaha tani yang selama ini dikerjakan. Munculnya ruang sosial karena masing-masing mereka datang dari wilayah Kecamatan Donri-Donri, secara tidak sadar ikut serta dalam pembicaraan yang terjadi di Pasar Tajuncu. Pda umumnya lebih suka mengikutsertakan diri dalam kelompok yang ada hubungannya dengan pekerjaan sehari-hari. Maka akan mudah akan dipahami bahwa yang dibicarakan adalah berbagai masalah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pada saait itulah mereka dapat bertukar informasi, sehingga secara tidak langsung timbullah kelompok, misal kelompok petani, pegawai, supir, tukang ojek dan lainnya. Kelompok petani membicarakan tentang pupuk, panen, hama, pembukaan lahan baru, hasil pertanian serta alat pertanian yang diperlukan. Di antara mereka kerap membicarakan masalah intensifikasi pertanian serta peningkatan perawatan kebun dan sawah yang hangat digalakkan oleh pemerintah. Dalam usaha pemerintah itu sering kali terdengar ada yang setuju dengan program pemerintah tersebut, tetapi masih ada pula yang tetap berusaha mempertahankan pola tradisional sebagai warisan nenek moyangnya. Kelompok pedagang hasil bumi, pakaian jadi, ikan, barang kelontong, sayur-mayur, buah-buahan dan pedagang lainnya saling bertukar informasi tentang naik turunnya harga, maslah tengkulak, kredit dari bank, penjualan hasil pertanian, kebijakan pemerintah tentang perdagangan. Bahkan terjadi hampir setiap hari pasar, pedagang lokal dengan pedagang dari luar daerah bertemu dan memperbincangkan tentang kehidupan perdagangan yang mereka alami. Lain halnya dengan kelompok pegawai, utamanya ibu-ibu, setiap hari pasar pada waktu-waktu tertentu mereka menyempatkan ke pasar. Mereka itu adalah pegawai kantor kecamatan, puskesmas, dan para guru. Ketika mereka bertemu di pasar, kadang mereka membicarakan masalah-masalah pekerjaan di kantor, sekolah baik pekerjaan itu disenangi tau tidak. Acapkali muncul pembicaraan tentang kewibawaan seorang pemimpin lalu merembek pada masalah kepegawaain misalnya masalah penataran, prajabatan, tenaga honorer yang belum terangkat jadi PNS, formasi CPNS yang akan diangkat, penyetaraan, kenaikan gaji berkala, kenaikan gaji PNS, kenaikan pangkat dan sebagainya. Bagi seseorang yang mempunyai kemampuan terbatas, jarang mereka bertukar informasi di luar bidangnya. Tetapi tidak jarang terjadi bahwa sesuatu informasi yang bersifat peka, tertutup, dan rahasia amat cepat meluas. Apalagi kalu berita itu lebih cenderung kepada yang kurang baik lebih cepat meluas. Karena itu tidak mengherankan jika pasar dipandang sebagai tempat pertemuam sosial serta media dalam menyampaian berbagai macam informasi. 3. Pasar Sebagai Tempat Rekreasi dan Wisata Setiap pengunjung pasar tentu mempunyai tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kepentingannya mereka masing-masing. Tujuan pokok tersebut untuk menjual barang dagangan dan membeli barang yang diperdagangkan. Namun ada pula pengunjung pasar di luar kepentingan jual beli. Artinya pengunjung yang datang ke pasar dengan tujuan hanya mencari kesenangan tau menghibur diri. Pada pokoknya, tidak semua pengunjung pasar dengan tujuan untuk melakukan aktivitas jual beli tetapi ada pula pengunjung hanya sekedar keperluan rekreasi. Para pengunjung di pasar Tajuncu amatlah bervariasi. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Antara pengunjung pasar, ada yang sekedar keperluan untuk berekreasi. Rekreasi di sini bukan saja berlaku bagi orang yang tinggal di kota melainkan kebutuhan setiap individu. Di daerah ini tidak ditemukan tempat rekreasi yang banyak dikunjungi orang layaknya di perkotaan. Dengan demikian yang dijadikan sasaran tempat rekreasi adalah pasar. Kecuali pada liburan sekolah tiba biasanya masyarakat daerha ini keluar kampung untuk mengunjungi tempat rekreasi misalnya permandian ompo dan lejja atau ke villa yuliana di pusat kota soppeng. Oleh karena itu seyogyanyalah banyak dari orang dari desa-desa datang di pasar hanya untuk melihat keramaian pasar. Kehadiran mereka di pasar didorong oleh beberapa faktor, antara lain disebabkan di kampung selalu dipacu suatu pekerjaan di sawah, kebun, dan ladang seolah-olah tidak ada waktu luang untuk bersenda gurau, kecuali pada saat ada pesta perkawinan, acara khitanan, acara keagamaan, dan perayaan tujuh belas Agustus. D. Aktivitas Ekonomi di Pasar Tajuncu Aktivitas di pasar berlangsung dari pagi hingga siang hari atau sekitar pukul 07.00-11.00. setelah pukul 11.00 pemeblei mulai berkurang. Para pedagang mulai mengemas barang dagangannya untuk di bawa pulang ke rumah masing-masing. Hal yang menarik dari perilaku para pedagang ialah barang dagangannya tidak ada yang disimpan di dalam pasar. Ini disebabkan kondisi pasar tidak memungkinkan, di mana los-los yang tersedia tidak dilengkapi dengan tempat penyimpanan barang. Selain itu, alasan utama bagi para pedagang, bahwa setelah lewat hari pasar, mereka pada umumnya pindah berjualan di pasar lain. Aktivitas jual beli ditetapkan oleh pemerintah setempat pada hari Selasa dan Sabtu. Di luar hari tersebut pedagnag pada umumnya berjalan di pasar lain yang mendapat giliran buka. Beberapa penjual seperti penjual pakaian, kain, barang pecah belah, dan sembako mengaku memiliki los atau tempat di pasar lain. Penataan pasar Tajuncu belumlah terlalu rapi. Penjual menggelar barang dagangannya sesuai tempat yang telah disediakan. Namun ada juga yang memilih lokasi di pinggir jalan. Akibatnya pasar ini menjadi semrawut. Pemanfaatan dan penggunaan ruang dari sisi ini pada setiap pedagang berbeda dalam cara, namun sama dalam prinsip yaitu berdagang di lokasi strategis. Perbedaan cara ini disebabkan adanya perbedaan struktur sosial budaya, teknologi dan pengetahuan. Misalnya seorang pedagang kaki lima akan berbeda cara pemanfaatan dan penggunaan ruang apabila dibandingkan dengan pedagang menengah dan besar. Pedagang kaki lima memilih lokasi strategis sesuai naluri dagangnya. Artinya di mana ada banyak pembeli maka disitulah ia jajakan dagangannya. Kegiatan Pasar Tajuncu di mulai pada pagi hari, para pedagang datang dengan membawa barang dagangannya baik dengan kendaraan sendiri maupun kendaraan sewaan. Bagi para pedagang hasil pertanian seperti beras, sayuran dan buah-buahan merupakan hasil produksi mereka sendiri. Namun khusus untuk lauk pauk para pedagang berasal dari kabupaten Barru dan Kota Pare-Pare. Mereka berangkat sekitar pukul 04.00 subuh dari kampungnya dan biasanya tiba di Pasar Tajuncu sekitar pukl 07.00. Ketika hari menjelang siang, barang dagangan yang tidak tahan lama untuk disimpan sperti sayuran, buah-buahan yang telah matang, makanan (burasa, gogos, apem, lemang) otomatis harganya turun. Hal ini menunjukkan bahwa para pedagang telah mengerti hukum persediaan dan permintaan. Seperti pasar tradisional layaknya, ada barang yang hanya dijual pada musim tertentu, sehingga pada hari pasar berikutnya barang tersebut sudah tidak ada lagi. Menjelang panen misalnya, banyak dijumpai penjual musiman seperti penjual caping, tikar dan sabit. Hal ini mencerminkan ciri daripada pasar tradisional, di mana setiap orang dapat masuk ke dalam pasar dan menjadi penjual, tanpa harus melalui prosedur atau aturan-aturan tertentu. Para pelaku ekonomi yang melakukan aktivitas di pasar Tajuncu pada umumnya menggunakan Bahasa Bugis sebagai alat komunikasi dalam melakukan transaksi jual beli. Namun ada juga yang menggunakan Bahasa Indonesia. Hal tersebut disesuaikan dengan pembeli yang dihadapi. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pembangunan Pasar Tajuncu merupakan langkah pemerintah dalam menfasilitasi kegiatan perekonomian masyarakatnya. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha untuk menumbuhkembangkan kegiatan perekonomian rakyat yang bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan. 2. Bagi masyarakat Desa Tajuncu pasar tidak hanya berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi dalam hal ini jual beli, tetapi pasar juga berfungsi sebagai ruang untuk ajang rekreasi, sarana menjalin komunikasi antar pengunjung serta memperoleh informasi. 3. Aktivitas perekonomian dalam Pasar Tajuncu utamanya dalam hal transaksi jual beli tidak ada aturan formal yang mengikatnya, tetapi harga ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli setelah melakukan proses tawar menawar. B. Saran 1. Kiranya pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Soppeng untuk terus membina dan mengembangankan pasar tradisional sebagai basis perekonomia rakyat, sebab bagaimanapun ekonomi rakyat merupakan salah satu tulang punggung dalam pembangunan daerah. 2. Untuk kalangan akademik agar terus melakukan penelitian yang terkait dengan perekonomian rakyat sebagai bentuk partsisipasi dalam menumbuhkembangkan kegiatan pemabangunan daerah sebab paling tidak hasil penelitian itu dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan. DAFTAR PUSTAKA Bilas, Richard. 1992. Ekonomi Makro. Jakarta : Rineka Cipta. Bohanan, Paul dan George Dalton. 1982. Teori Ekonomi Makro. Jakarta : Rajawali Press. Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. 1997. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Murai Kencana. Effendi, Tadjuddin Noer. 1995. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan. Yogyakarta : Tiara Wacana. Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia. Mulyana, Slamet. 2004. Sejarah Mataram. Yogyakarta : LKiS. Munarfah. 2007. Permintaan dan Penawaran Pada Masyarakat Pedesaan. Jakarta : Gramedia. Ricoueur, Paul. 2007. Hermeneutika Ilmu Sosial. Yogyakarta : Kreasi Wacana. S, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rajawali Press. Sairin, Sjafri dkk. 2002. Antropologi Ekonomi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sanderson, Stepehen K. 2003. Makro Sosiologi. Jakarta : Rajawali Press. Semedi, Pudjo. 2001. Pasar dan Santri Pedesaan. Yogyakarta : Jalasutra. Sobary, Mohammad. 1995. Kesalehan dan Tingkah Laku Ekonomi. Yogyakarta : Bentang. Syamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Vlekke. H. J, 2008. Nusantara Indonesia. Jakarta : Kreasi. Wahyuningtyas, 2007. Geliat Ekonomi di Bebatuan Gunung Kidul. Yogyakarta : LkiS. Winarno, Budi.2009. Gagalnya Organisasi Desa Dalam Pembangunan. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bumi

AKU DAN MASAKU

Ahmad Munawir Saleh

Menu

Gallery Slider(Do Not Edit Here!)

Search

Copyright Text

 

Sample text

Sample Text

Sample Text